Peliknya Upaya Menurunkan NRW

Selain minimnya air baku, tingginya tingkat kehilangan air atau yang biasa disebut non-revenue water (NRW) merupakan salah satu kendala utama yang dihadapi pemerintah dan operator swasta dalam menyediakan air bersih bagi warga Ibu Kota. Menurut catatan Indonesia Water Institute, tingkat NRW kota Jakarta saat ini mencapai 40,1%.

“Untuk ukuran kota megapolitan, angka ini tergolong salah satu tertinggi di dunia. Kebocoran yang sifatnya fisik terutama yang paling besar angkanya,” ujar Direktur IWI Firdaus Ali di Jakarta, belum lama ini.

Tingkat Kehilangan Air atau biasa disebut NRW terdiri dari kehilangan air yang
bersifat fisik dan komersial. Kehilangan
air fisik biasanya disebabkan karena pipa
air yang menua, kebocoran air di instalasi pengolahan air (IPA) serta beragam faktor lainnya. Kebocoran fisik ada dua yaitu yang tampak dan tidak tampak. Adapun kehilangan air komersial antara lain disebabkan oleh meteran yang tidak akurat. Selain itu umumnya disebabkan oleh pemakaian air ilegal, penyambungan ilegal oleh pelanggan, dan pencurian serta koneksi pipa secara ilegal oleh bukan pelanggan.

Pembenahan terhadap kehilangan air yang bersifat fisik merupakan tanggung jawab dari PAM Jaya dan kedua operator. Sedangkan untuk kebocoran ilegal, menurut Firdaus, penanganannya seharusnya merupakan tanggung jawab aparat keamanan.

“Tapi karena kita tidak pernah punya dinas yang fokus, penanganannya tidak pernah efektif. Dulu ada wacana untuk bikin polisi khusus air, tapi sampai sekarang belum juga terealisasi,” kata dia.

Firdaus mengatakan, jika dibandingkan dengan kota dan negara tetangga, tingkat NRW di Jakarta kalah jauh. Phnom penh, Kamboja misalnya tingkat NRW-nya sekitar 9%. Adapun Malaysia dan Singapura tingkat NRW-nya berturut-turut sekitar 21% dan 8%.

“Kamboja, tentara diperbantukan. Jadi ada law enforcement. Singapura, teknologinya kuat. Malaysia investasi dan law enforcementnya kuat. Kita enggak ada semuanya, investasi enggak ada, penegakan hukum lemah, kesadaran masyarakat rendah. Sulit untuk turunkan NRW,” ujar dia.

Hal senada diungkapkan Kepala
 Divisi Manajemen Aset dan NRW PT PAM Ly, Nancy Manurung. Menurutnya, NRW merupakan persoalan pelik yang sulit dibenahi. Apalagi kebocoran yang sifatnya fisik.

“Kita memiliki jaringan pipa total sepanjang 5.400 kilometer, dimana 3.000 kilometer diantaranya dibangun sebelum tahun 1998 bahkan ada yang sejak jaman Belanda yang tentunya mengalami penuaan dan korosif,” ujarnya.

Setiap tahun, Palyja memperbaiki sekitar 40.000 titik kebocoran. Selain yang sifatnya fisik, tingginya NRW Palyja juga disebabkan maraknya pencurian air yang dilakukan warga.
Salah satu yang mengemuka semisal pencurian air oleh sebuah produsen
air minum dalam kemasan (AMDK) di kawasan Rawa Buaya, Jakarta Barat, pertengahan April lalu. Dari hasil penyidikan, diketahui pencurian air telah dilakukan selama 4 tahun. Lewat operasi tersebut, Palyja berhasil menyelamatkan air sekitar 3.800 m3/bulan atau setara dengan konsumsi lebih dari seribu warga.

Awal September tahun 2014 lalu, bekerja sama dengan Polda Metro
Jaya, Palyja juga berhasil mengungkap pencurian air berkedok water treatment plant (WTP) di kawasan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Barat. Dari operasi penertiban tersebut, Palyja setidaknya menyelamatkan air untuk konsumsi lebih dari 37 ribu warga.

“Untuk menertibkan kebocoran yang sifatnya komersial ini, kami tidak bisa sendirian. Kita butuh bantuan dari aparat berwenang supaya bisa menangani berbagai kasus ilegal,” imbuhnya.

Butuh dukungan

Selain bekerja sama dengan PAM Jaya dan Polda Metro Jaya dalam menindak pencuri air, sejumlah langkah lain juga dilakukan Palyja untuk menurunkan NRW, semisal menggelar survei reguler terhadap meter air para pelanggan dan melakukan penggantian meter air jika meter air tidak akurat dan rusak, memanfaatkan teknologi–penggunaan gas helium dan kamera–untuk memeriksa pipa jaringan dan mencari kebocoran.

Dengan berbagai upaya tersebut, pada 2014, Palyja mampu menyelamatkan air sebanyak 3,01 juta m3 atau setara dengan air untuk 1.000.000 warga.

Adapun terkait kebocoran yang sifatnya fisik, Nancy mengatakan, selain dukungan kebijakan, dibutuhkan dana yang besar untuk mengatasinya.

Di sisi lain, Deputi Direktur Operasi Pelayanan Palyja Irma Gusyani Taib mengatakan secara teoritis semakin rendah NRW, semakin sulit diturunkan. “Harus disadari bahwa tidak mungkin NRW berada di angka nol.”

Sumber: Media Indonesia, 12 Oktober 2015, Hal 9