Archives: Bersama Demi Air
Bersama Demi Air
Sebuah studi yang dilakukan oleh PAM Jaya tahun 2007-2008 tentang kebutuhan air bersih untuk wilayah DKI Jakarta menujukkan pada tahun 2015 kebutuhan air untuk wilayah DKI Jakarta mencapai 26.100 liter/detik. Ini untuk memenuhi standar kelayakan kebutuhan air bersih sebesar 49,6 liter/detik/kapita. Bahkan, pada tahun 2002 UNESCO menetapkan air bersih sebagai hak dasar manusia sebanyak 60 liter/kapita/hari. Sedangkan Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, menetapkan standar kebutuhan air bersih berdasarkan lokasi wilayah. DKI Jakarta yang diklassifikasi sebagai kota metropolitan standar kebutuhan air bersih adalah 150 liter/kapita/hari.
Celakanuya, dua operator yang mengelola air bersih PAM Jaya yaitu Aetra di wilayah timur dan Palyja di wilayah barat (dibagi berdasarkan aliran Sungai Ciliwung) hanya mempu memproduksi air bersih 17.000 liter/detik. Itu artinya ada defisit sebesar 9.100 liter/detik. Dalam bahasa Meyritha Maryanie, Corporate Communications and Social Responsibility Division Head, PT PAM LYONNAISE JAYA (PALYJA), “Defisitnya itu luar biasa.” Hal ini disampiakan Meyritha kepada kompasianer dalam acara “Kompasiana Visit PALYJA: Optimasi Instalasi sebagai Solusi Defisit Air Bersih Jakarta“, 3/11-2016 ke IPA 1 Pejompongan dan IPA Taman Kota.
Air Baku
Tentu saja kekhawatiran Meyritha beralasan karena selain produksi yang rendah pasokan air baku (raw material) pun tidak seperti yang diharapkan serta kualias air baku yang kian buruk. Bahkan, IPA Taman Kota pernah berhenti mengolah air baku dari Cengkareng Drain, anak sungai Kali Pesanggrahan, karena kualitas air baku yang buruk seperti kandungan amonium dan deterjen.
Biar pun Jakarta sering banjir baik karena hujan maupun air kiriman melalui sungai dari Jawa Barat, tapi air baku tetap jadi masalah karena air hujan dan air bah tidak bisa ditampung untuk disimpan. Bahkan, dari 13 sungai yang melewati Jakarta hanya air dari 2 sungai, yaitu Kali Krukut dan Sungai Cengkareng Drain, saja yang bisa dipakai sebagai bahan baku untuk diolah jadi air bersih yang memenuhi standar dan kualitas yang ditetapkan pemerintah. Kedua sungai ini menyumbang 5,7 persen.
Lalu, dari mana PAM Jaya mencari air baku untuk memenuhi kebutuhan PALYJA dalam menyediakan air bersih?

Tentu saja sumber air baku dua sungai itu sangat kecil, akibatnya PALYJA tergantung kepada posakan air baku dari luar Jakarta. Kekurangan air baku ini tidak main-main karena sangat besar yaitu 94,3 persen. Air baku ini diperoleh dari Waduk Jatiluhur melalui Kanal Tarum Barat, yang lebih dikenal dengan Kali Malang, merupakan sumber terbesar. Sebagai sumber air baku berupa air curah Waduk Jatiluhur memenuhi kebutuhan air baku Palyja sebesar 62,5 persen. Sedangkan sisanya air curah diperoleh dari sumber air berupa air olahan dari IPA Serpong (31 persen) dan air olahan dari IPA Cikokol (0,8 persen). “Kami maklum karena air Waduk Jatiluhur juga untuk keperluan irigasi,” kata Meyritha seakan menghibur diri. Memang, waduk itu menjadi sumber utama pengairan sawah di beberapa kabupaten di Jawa Barat, seperti Bekasi, Karawang, dll.

Tapi, air baku dari Jatiluhur dan sumber lain pun tidak semerta memenuhi kebutuhan air baku PALYJA. Dari Jatiluhur, misalnya, sejak tahun 1998 pasokan justru sering terganggu karena faktor-faktor teknis dan nonteknis. Kalimalang yang jadi urat nadi penyaluran air baku dari Jatiluhur merupaka saluran di permukaan tanah yang terbuka. Kondisi ini sangat rentan terhadap berbagai gangguan yang disengaja, misalnya jadi tempat pembuangan sampah, serta bencana alam, seperti tanggul jebol.
Itulah yang disebutkan oleh Budi Susilo, Direktur CSU PALYJA, kebiasaan kita yang selama ini membelakangi sungai sehingga sungai dijadikan sebagai ‘tong sampah’. Untunglah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, yang lebih dikenal dengan panggilan Ahok, menjalankan program untuk membersihkan kali. Langkah Ahok ini jelas sangat mendukung PALYJA karena kualitas air baku kian bagus.
Namun, PALYJA tidak bisa menunggu air sungai-sungai yang melewati Jakarta memenuhi standar air baku untuk diproses sebagai air bersih. Selain itu kualitas air tanah di Jakarta, terutama di wilayah utara dan barat, tidak lagi layak dikonsumsi karena pencemaran dan intrusi air laut. Bahkan, berbagai studi menunjukkan intrusi air laut sudah masuk ke wilayah Jakarta Pusat. Dengan kondisi ini warga Jakarta menggantungkan kebutuhan akan air bersih kepada PALYJA di belahan barat dan Aetra di belahan timur.
Cakupan layanan PALYJA, yang mencangkan program “Bersama Demi Air“, dialirkan melalui pipa sepanjang 5.400 km. Dari panjang jaringan ini 1.100 km merupakan jaringan pipa baru dan 1.060 km jaringan pipa lama yang direhabilitasi. Dengan produksi dan jaringan ini akses layana PALYJA mencapai 73,23 persen dengan cakupan layanan 60 persen. Setelah beroperasi selama 18 tahun dengan dana investasi lebih dari Rp 2 triliun PALYJA berhasil menambah jumlah pelanggan dari 201.000 menjadi 404.769 sambungan. Total volume air bersih yang terjual mencapai 160,3 juta meter kubik. Yang paling banyak mendapat akses sambungan air bersih baru adalah masyarakat berpenghasilan rendah yaitu mencapai 451,97 persen dari kondisi sebelum PALYJA beroperasi.
Inovasi Teknologi
Ada lagi kendala yang dihadapi PALYJA yaitu kebocoran air yaitu kebocoran nonfisik atau ilegal berupa pencurian mencapai 9 persen dan kebocoran fisik 30 persen. Terkait dengan pencurian air milik PALYJA menurut Meyritha, sanksi hukum bagi pelaku sangat rendah sehingga tidak ada efek jera. Dari sekian kasus baru satu kasus yang divonis haki PN Jakarta Utara (2015) dengan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Pelaku menjalankan pengolahan air dengan sumber air dari pipa PALYJA. “Kami selalu ingat masyarakat kalau memakai air curian tentu tidak akan membawa kebaikan,” kata Meyritha. Ya, tentu saja apalagi dipakai untuk keperluan ibadah tentulah tidak pantas karena air itu merupakan hasil pencurian.
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih di Jakarta PALYJA pun menempuh langkah yang pas yaitu inovasi teknologi untuk meningkatkan produksi air bersih di instalasi pengolahan air yang ada. PALYJA sendiri mengoperasikan 4 pengolahan air, dua penampungan air bersih, dan satu pengolahan air sungai.
Pengolahan air jadi air bersih dilakukan di Instalasi Pengolahan Air (IPA) 1 Pejompongan dengan kapasitas 2.000 liter/detik, IPA 2 Pejompongan 3.600 liter/detik, IPA Cilandak 400 liter/detik, dan IPA Taman Kota 150 liter/detik. Sedangkan tempat penampungan air bersih sementara yang berasal dari PDAM Tangerang di Distribution Central Reservoir (DCR) 4 kapasitas 2.000 liter/detik dan DCR 5 1.000 liter/detik. Tempat pengolahan air sungai dari Kanal Banjir Barat 550 liter/detik.
Inovasi teknologi tsb. merupakan solusi yang dilakukan oleh PALYJA. Inovasi merupakan bagian dari 4 nilai yang menjadi filosofis PALYJA (Responsible, Caring, Thrustworthy, Innovative). Inovasi teknologi ini merupakan satu-satunya solusi untuk mengurangi defisit air bersih di Jakarta. Solusi ini dijalankan di IPA Taman Kota di kompleks Taman Kota, Jakarta Barat.
IPA Taman Kota pernah diberhentikan operasinya pada tahun 2007 karena kondisi air baku yang tidak layak, seperti anomium yang tinggi dan lokasi yang hanya berjarak 5 km dari pantai. “Waktu itu kadar amonium mencapai 8 ppm,” kata Emma Nedi, Production Department Head PALYJA. Soal kadar amonium ini dalam air baku, maka produk PALYJA sangat baik. SK Gubernur DKI Jakarta No 582/1995 menetapkan kadar amonium air baku maksimal 1ppm. Padahal, Permenkes No 492/2010 menetapkan kadar amonium dalam air bersih 1 ppm.

Pengoperasian IPA Taman Kota dimulai lagi tahun 2012 berkat penggunaan teknologi biofiltrasi. Biofiltrasi adalah teknologi yang dikembangkan oleh PALYJA dengan dukungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang disuversisi dan konsultan SUEZ melalui Pusat Penelitian International Suez Environeement (CIRSEE). SUEZ adalah induk perusahaan PALYJA. IPA Taman Kota menyumbang air bersih 150 liter/detik. Dengan penggunaan teknologi ini dalam pengolah air bersih dengan air baku tawar, maka PALYJA merupakan operator air bersih pertama di Indonesia yang memakai teknologi biofiltrasi dalam proses produksi air bersih.
Sampah dan Air Laut
Kepada berapa kompasianer yang menunggu giliran blusukan di ruang kerja Vita Chandara Dewi, Kepala IPA Taman Kota, menejelaskan pengolah air baku di instalasi yang dipimpinnya melalui berbagai tahap mulai dari pengendapan lumpur, menghilangkan kadar deterjen, logam, amonium, dst. “Semua proses merupakan upaya untuk me-revome polutan dalam air baku,” kata Vita.
Teknologi biofiltrasi adalah proses mereduksi kadar amonium dalam air baku dengan memakai mikroorganisme alamiah. Dengan cara ini pemakaian bahan kimia, seperti chlorine, bisa dikurangi. Mikroorganisme yang dipakai di IPA Taman Kota hanya bisa hidup di air tawar dengan kadar oksigen yang baik. “Dalam prosesnya udara disuntikkan ke air agar kadar oksigen bisa menghidupi mikroorganisme,” kata Febry Yuarsa, Bagian Utilitis IPA Taman Kota yang memandu kompasianer blusukan ke instalasi.
Oksigen kian penting karena sering terjadi kadar deterjen dalam air baku sangat tinggi sehingga buih deterjen membubung ke udara, “Kadang-kadang masuk ke rumah warga,” ujar Febry, sambil memeragakan tinggi buih di bak pengolahan air.

Air baku untuk diolah IPA Taman Kota diambil dari sungai Cengkareng Drain dengan jarak pintu air (intake) dari instalasi sejauh 1,5 km. Air baku dari sungai didorong denga tiga pompa di intake. “Musuhnya, ya, sampah rumah tangga sampai kasur,” kata Febry. Di intake memang ada saringan, tapi kalau banjir sampah masuk ke pintu intake. Selain itu air laut pun bisa masuk sehingga terdorong ke bak penampungan yang memproses air dengan mikroorganisme. Tentu saja hal ini akan merusak sistem karena mikroorganisme akan mati jika ada air laut.
Untuk mengatasi hal itu PALYJA mengembangkan Total Dissolve Solid (TDS) Online Analyzer untuk mendeteksi air laut di intake. Dengan sistem ini begitu terdeteksi air laut ada di intake, maka operator akan segera melakukan tindakan untuk mencegah air laut tidak dipompa ke bak penampungan di instalasi.
Penerapkan teknologi biofiltrasi menjadi langkah maju PALYJA dalam menguransi defisit air bersih di Jakarta. Brabo PALYJA!
Lebih Dekat dengan PALYJA
PT PAM LYONNAISE JAYA yang disingkat PALYJA adalah perusahaan swasta yang dibentuk berdasarkan persetujuan kerjasama antara PAM Jaya (operator air bersih Jakarta) dengan SUEZ Environnement pada tahun 1997 untuk pelayanan wilayah barat Jakarta dengan patoksan Sungai Ciliwung. Pola kerjasama adalah pendelegasian pengelolan air bersih dari PAM Jaya ke PALYJA selama 25 tahun. Kerjasama meliputi produksi, distribusi, layanan pelanggan, perawatan, rejabilitasi dan investasi. Semua utilitas yang dipakai selama masa operasi kerjasama akan dikembalikan ke PAM Jaya ketika persetujuan kerjasama berakhir. ***
sumber: http://www.kompasiana.com/infokespro/jakarta-langganan-banjir-tapi-krisis-air-bersih_582e63e022afbda404d894e5
Tahukah Anda, ternyata ketahanan air bersih di Jakarta itu sangat mengkhawatirkan?
Studi yang dilakukan PAM Jaya menguraikan, bila lebih dari 10 juta penduduk yang tinggal di ibu kota membutuhkan 100 liter air per hari per orang. Itu artinya Jakarta butuh air sebanyak 26.100 liter per detik (litre per second/lps). Tapi apa daya, kebutuhan air bersih yang dapat dipenuhi oleh dua operator (PALYJA dan AETRA) hanya sebanyak 17.000 liter per detik. Angka yang jauh dari seimbang ini mengartikan bahwa ketahanan air bersih di Jakarta rawan banget atau hanya 3%. Telak-telak studi itu menyimpulkan, ibu kota masih kekurangan air bersih 9.100 liter per detik.
Parahnya lagi, kedua operator tadi pun bukannya meningkatkan kapasitas produksi untuk menciutkan jumlah defisit air bersih Jakarta, mereka malah ‘memencet tanda bahaya’ pasokan air baku. Waduuhhh…cilaka!
Sebagai operator yang mengolah air baku di atas permukaan tanah menjadi air bersih, wajarlah keduanya kelimpungan. Alasannya, dari 13 sungai yang ada di Jakarta, ternyata hanya 2 sungai saja yang airnya layak dijadikan air baku. Keduanya adalah Kali Krukut dan sungai Cengkareng drain, yang menyokong hanya 5,7% saja dari total operasional pengolahan air bersih. Ironisnya, semakin hari kualitas air di dua sungai ini malah terus merosot.
Lalu dari mana kedua operator memperoleh pasokan air baku? Mau enggak mau ya dari luar kota! PALYJA misalnya, mendatangkan pasokan air baku dari Waduk Jatiluhur sebanyak 62,5%. Sedangkan 31,8% lagi dibeli dari PDAM Tangerang (IPA Serpong 31% dan Cikokol 0,8%).
Jeleknya lagi, angka pasokan air baku dari dalam dan luar kota tadi jumlahnya tidak pernah bertambah sejak 1998 lalu. Jangankan bertambah, malah pasokan air baku itu justru sering error. Misalnya, Kanal Tarum Barat (Kalimalang) yang selama ini menjadi saluran distribusi air baku Waduk Jatiluhur merupakan saluran terbuka yang rentan gangguan, mulai dari kebiasaan masyarakat membuang limbah seenaknya, dan faktor bencana alam seperti tanggul longsor.

Salah satu solusi guna mengatasi defisit air bersih Jakarta yang dilakukan PALYJA adalah dengan melakukan optimasi instalasi melalui pengembangan teknologi. Upaya ini dikulik langsung oleh pesertaKompasiana Visit bertajuk Optimasi Instalasi sebagai Solusi Defisit Air Bersih Jakarta, Kamis 3 November 2016. Selain bertandang ke Instalasi Pengolahan Air (IPA) 1 Pejompongan di Jalan Penjernihan 2 Tanah Abang, Jakarta Pusat, peserta juga blusukan ke IPA Taman Kota di Kembangan Utara, Jakarta Barat.
Peserta juga melihat langsung Stasiun Pompa di RW 04 Kembangan Utara milik Sudin Pekerjaan Umum Tata Air Kota Administrasi Jakarta Barat, yang lokasinya persis di bibir sungai Cengkareng drain.
Menurut Meyritha Maryanie selaku Corporate Communicatuins and Social Responsibility Division Head PALYJA, pihaknya memiliki 7 IPA dengan beraneka kapasitas produksi. IPA 1 Pejompongan berkapasitas 2.000 lps, IPA 2 Pejompongan (3.600 lps), IPA Cilandak (400 lps), danIPA Taman Kota (150 lps).

Selain itu, ada juga tempat penampungan Air Bersih Sementara yang berasal dari PDAM Tangerang, yaitu di Distribution Central Reservoir (DCR) 4 (2.000 lps), dan DCR 5 (1.000 lps. Dan satu lagi yaitu, tempat pengolahan air sungai dari Kanal Banjir Barat untuk diolah menjadi air baku yang dinamakan instalasi pengambilan air baku Kanal Banjir Barat (550 lps).
IPA yang dimiliki Jakarta, saat ini usianya sudah tidak muda lagi. Makanya, untuk menjaga efektivitas dan efisiensi produksi diperlukan investasi dan inovasi teknologi. Kalau hanya mengandalkan sistem pengolahan air konvensional niscaya operasional produksi tidak bisa berjalan baik. Karena, kualitas air baku di IPA semakin menurun dari tahun ke tahun,” ujar Meyritha.
Beberapa teknologi tersebut misalnya, pertama, biofiltrasi. Seperti yang disaksikan sendiri oleh para Kompasianer, IPA Taman Kota termasuk yang sukses menerapkan teknologi dengan memanfaatkan penggunaan mikroorganisme alami yang hidup di air ini. Padahal, sejak 2007 lalu, IPA Taman Kota sempat mangkrak tak beroperasi lantaran kualitas air baku yang bersumber dari sungai Cengkareng drain begitu buruk dengan tingginya kandungan amonium. Lima tahun kemudian, tepatnya Juli 2012, berkat teknologi biofiltrasi yang dikembangkan PALYJA dengan supervisi dari SUEZ selaku induk perusahaan dan BPPT, maka mesin-mesin di IPA Taman Kota pun kembali beroperasi.
Akan tetapi, teknologi biofiltrasi di IPA Taman Kota ini rentan sekali tersusupi air laut yang efeknya bakal mematikan mikroorganisme karena mereka hanya bisa hidup di air tawar. Ironisnya, bila musim kemarau, air laut justru seringkali masuk ke daratan (intrusi).
Untuk memberi sinyal alert sewaktu-waktu air laut mulai menyusup dan mencegah jangan sampai masuk ke bak penampungan yang berisi mikroorganisme alami, maka pada tahun lalu, PALYJA mengembangkan teknologi pendeteksi air laut di pintu air (intake). Teknologi ini disebutTotal Dissolve Solid (TDS) Online Analyzer. Fungsinya memberi sinyal informasi manakala air laut mulai menyentuh intake sehingga petugas dapat segera lakukan shut down operasi pengolahan air.

Kedua, Moving Bed Biofilm Reactor (MBBR) yang hampir serupa dengan biofiltrasi. Teknologi ini dikembangkan PALYJA sejak 2015 dan mampu mereduksi tingkat polutan amonium atau limbah yang berasal dari rumah tangga. Untuk mengembangkan mikroorganisme alami yang mampu mengurangi kadar amonium dalam air maka digunakan media tumbuh yang disebut METEOR.
Efektivitas MBBR yang diterapkan di instalasi pengambilan air baku Kanal Banjir Barat ini berhasil mereduksi 87% kadar polutan amonium, sekaligus mampu mendorong produksi air baku sebanyak 550 lps yang kemudian dialirkan menuju IPA 2 Pejompongan.
“Bulan Mei 2015, operasional teknologi MBBR ini diresmikan langsung oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan mendapat apresiasi ditengah keterbatasan sumber air baku yang berasal dari sungai di Jakarta. Asal tahu saja, MBBR ini menjadi teknologi pertama pengolahan air dengan menggunakan mikroorganisme di Asia Tenggara dan Indonesia,” jelas Meyritha sambil menegaskan dampak positif MBBBR yakni meningkatkan kapasitas produksi IPA Pejompongan dari 8.800 lps menjadi 9.200 lps. “Area suplainya menyasar Jakarta Barat dan Utara.”
Teknologi MBBR juga dipraktikkan di IPA Cilandak. Efektivitasnya mampu mereduksi kadar polutan amonium pada air baku yang berasal dari Kali Krukut. Tingginya polutan ini sendiri disebabkan kepadatan rumah penduduk di sekitar kali sehingga otomatis menyebabkan tingginya limbah domestik berupa amonium. “Hasilnya, sesudah melewati uji coba, penerapan MBBR di IPA Cilandak bisa menurunkan kadar amonia hingga 70%,” bangga Meyritha.

Ketiga, teknologi pada tahap distribusi dengan mengoperasikanDistribution Monitoring Control Center (DMCC). Inilah pusat monitor tersentral dan terkomputerisasi yang bekerja secara real time. Lokasi DMCC ada di lobby IPA 1 Pejompongan. Bentuknya seperti rumah kaca bundar, dan di dalamnya terdapat beberapa layar monitor yang tampilannya merupakan hasil pantauan dari beberapa proses yang ada di PALYJA.
“Teknologi DMCC ini merupakan yang pertama di Indonesia, dan mampu me-monitoring hasil produksi sampai kepada jaringan distribusi termasuk pipa juga booster-booster yang ada di area PALYJA. Monitoring-nya dilakukan seminggu tiada henti, selama 24 jam, dan kontinyu meng-update data setiap 15 detik,” ujar Emma Nedi, Production ManagerPALYJA.
Layar DMCC juga menayangkan sistem Analyzer Water Treatment dan terhubung langsung dengan TDS-TDS Online Analyzer yang terpasang di lapangan. “Sehingga kita bisa mengetahui misalnya, kadar kekeruhan,pH air dan sebagainya pada setiap proses pengolahan air, misalnya ketika proses koagulasi dan flokulasi,” jelasnya.
DMCC juga sanggup memantau berapa air terpompakan pada masing-masing pompa yang tersebar di berbagai wilayah. “Jadi, dengan mudah kita dapat mengetahui secara real time, berapa kapasitas produksi air bersih yang sudah didistribusikan dari IPA 1 Pejompongan ini. Sedangkan untuk jaringan, DMCC juga mampu melakukan pemantauan secara rinci dan up to date sehingga berapa kapasitas air baku yang masuk ke masing-masing IPA dapat diketahui secara mudah juga pasti,” urai Emma sambil memperlihatkan salah satu layar monitor DMCC.
Saking hebatnya teknologi DMCC, perhitungan jumlah air baku yang masuk dari berbagai sumber, lalu menjalani treatment di IPA, kemudian keluar sebagai air bersih yang dipasok ke seluruh pelanggan dapat terukur secara cermat. Ke depan, malah akan ada sistem yang lebih unggul dan advance lagi daripada DMCC.
Keempat, teknologi jaringan distribusi juga dilakukan PALYJA. Misalnya, meningkatkan kualitas air bersih di jaringan atau re-Klorinasi padabooster pump di kawasan Grogol, Gajah Mada dan Tubagus Angke. Juga, pemasangan keran atau motorized valve guna mengendalikan pasokan air ke pelanggan secara otomatis.

Kelima, PALYJA beruntung memiliki sumber daya manusia yang mumpuni di bidangnya. Profesionalitas kerja ini antara lain ditunjukkan dengan keberhasilan mengembangkan inovasi penggunaan gas Heliumsebagai teknologi pendeteksi kebocoran air (Non Revenue Water/NRW)pada pipa yang tertanam di dalam tanah. NRW adalah air yang tidak menjadi tagihan atau tidak dapat tertagih. “Untuk mendeteksi kebocoran air, gas Helium ini kami injeksikan pada jaringan pipa yang ukurannya maksimal 300 milimiter,” jelas Meyritha.
Deteksi kehilangan air juga dilakukan PALYJA menggunakan teknologiKamera JD7, utamanya pada pipa primer yang tertanam didalam tanah dengan cara merekam segala bentuk audio dan visual sebagai indikatornya.
“Kamera JD7 bisa ‘berjalan’ sepanjang 1 kilometer di dalam pipa primer itu. Kami satu-satunya operator air bersih pengguna kamera canggih ini,” tutur Meyritha seraya menambahkan bahwa pihaknya juga melakukan penggantian meter air dan bekerjasama dengan Kepolisian untuk menangani kasus hukum kepada pelaku pencurian air.
Khusus soal kehilangan air ini, Meyritha membeberkan, prosentasenya pada 1998 mencapai 59,4%, dan saat ini semakin baik karena mencapai 39,3%. “Lagi-lagi, hal ini memang bukan hal mudah untuk mengatasinya. Seandainya pun angka pencurian air bisa dihilangkan sama sekali atau 0%, maka tidak akan dapat secara drastis mengurangi prosentase kehilangan air yang mencapai 39,3%. Karena pencurian air hanya menyumbang sekitar 9% dari total 39,3% prosentase kehilangan air. Adapun yang paling ampuh menurunkan kehilangan air adalah dengan mengganti jaringan pipa. Karena, pipa yang khususnya berada di area jaringan PALYJA bahkan sudah beroperasi sejak tahun 1922. Penggantian pipa ini jelas perlu investasi. Sementara investasi, di antara variabelnya adalah memerlukan kenaikan tarif, water charge dan sebagainya,” jelas Meyritha.
Hingga kini, PALYJA sudah memperbaiki kebocoran sebanyak 28.067. Adapun jaringan yang sudah diinvestigasi mencapai 4.906 kilometer, dengan berhasil menyelamatkan air bersih sebanyak 3 juta m3.
Keenam, inovasi teknologi layanan pelanggan tak ketinggalan untuk dimodernisasi. Seperti misalnya, mengoperasikan PALYJA Care yang buka 24 jam, dengan 23 partner yang memiliki ribuan loket untuk mempermudah pembayaran tagihan air. Selain itu, layanan pelanggan juga dipercanggih dengan Online Meter Reading dan Bill on Spot.


Blusukan ke IPA Taman Kota
Jangan bayangkan luas area IPA Taman Kota sama seperti di IPA 1 Pejompongan, karena memang lebih kecil malah terkesan sempit. Lokasinya pun berada di tengah pemukiman warga. Tapi biar begitu, IPA Taman Kota yang sudah berdiri dan beroperasi sejak 1982 ini sanggup menghasilkan air bersih dengan kapasitas 150 lps untuk ‘mengairi’ wilayah Cengkareng Barat dan Kalideres.
Lokasi IPA Taman Kota yang berjarak sekitar 5 Km dari laut memang menimbulkan risiko tersendiri. Maklum, mikroorganisme alami pada teknologi biofiltrasi hanya sanggup mengolah air baku tawar saja. Artinya, begitu kena asinnya air laut mikroorganisme ini justru klepek-klepek, mati.
Dijumpai penulis di ruang kerjanya, Vita Chandra Dewi, Kepala IPA Taman Kota menguraikan tahapan proses pengolahan air di instalasi yang sudah berdiri dan beroperasi sejak 1982 ini. “Berawal dari proses pengambilan air baku atau intake yang jaraknya sekitar 1,5 kilometer dari IPA Taman Kota ini. Setelah kami ambil air bakunya, kemudian masuk ke pipa air baku untuk kami injeksi koagulan suapaya turbidity-nya mengendap dan berdampak pada kekeruhan air yang semakin jernih. Lalu kami berikan juga karbon aktif untuk mereduksi kandungan deterjen. Dari situ kemudian air masuk ke unit koagulasi (proses pengadukan cepat dengan menggunakan koagulan) dan flokulasi(pengadukan lambat yang bertujuan memperbesar ukuran flok atau gumpalan sehingga dapat mudah mengendap), dan berlanjut ke sedimentasi untuk mengendapkan kekeruhan,” tuturnya seraya menambahkan bahwa air baku atau proses intake IPA Taman Kota bersumber dari sungai Cengkareng drain yang merupakan anak sungai dari Kali Pesanggrahan.


Tidak berhenti sampai pada upaya mengendapkan kekeruhan, lanjut ibu yang tengah mengandung 8 bulan ini, air kemudian dialirkan menuju unit biofiltrasi untuk me-removal kadar polutannya seperti deterjen, amonium, besi (mangan) dan lainnya. Supaya mikroorganisme alami pada biofiltrasi ini tetap hidup dan bekerja efektif me-removal polutan, maka digunakan blowerdan diffuser untuk menghembuskan dan menjaga kandungan oksigen terlarut.
“Dari unit biofiltrasi yang menggunakan media crosspack ini, air kemudian dipompa ke unit reservoir biofiltrasi untuk selanjutnya dialirkan lagi menuju unit filter berikutnya. Ini adalah proses penyaringan sisa partikel padat yang kemungkinan masih terbawa dalam air bersih keluaran dari biofiltrasi dengan menggunakan media penyaring pasir silika. Demi menjaga fungsi pasir silika selalu dalam kondisi prima sebagai media penyaringannya, maka dilakukan prosesbackwash setiap 24 jam sekali,” urai Vita.
Proses pengolahan air bersih masih berlanjut. Sesudah dilakukan penyaringan menggunakan media penyaring pasir silika, kata Vita, air kemudian dialirkan menuju reservoir air bersih untuk diinjeksi desinfektan berupa zat kimia Chlorine dengan durasi waktu 1 jam.
“Ini untuk membunuh bakteri. Memang tidak semua Chlorine hilang dalam proses desinfektan, tetapi disisakan prosentasenya sesuai peraturan yang berlaku agar dalam distribusi air bersih ke pelanggan proses removal bakteri terus berlangsung. Alhasil, air bersih yang sampai ke pelanggan aman untuk dikonsumsi. Selesai proses pemberian desinfektan zat kimia Chlorine, air kemudian dipompakan melalui pipa distribusi,” tutur wanita berjilbab dan berkacamata ini.


Sekilas PALYJA
PALYJA adalah kependekan dari PAM Lyonnaise Jaya. Ini merupakan perusahaan swasta yang pemegang saham mayoritasnya (51%) dikuasai Suez yang bermarkas di Paris, Perancis dan Astratel Nusantara (49%).
Pada Juni 1997, tercapai kesepakatan kerjasama antara PAM Jaya (operator air bersih Jakarta) dengan SUEZ Environment (area pelayanan Barat Jakarta), dan Thames Water (area pelayanan Timur Jakarta).
Bentuk kerjasamanya berupa pendelegasian pengelolaan air bersih dari PAM Jaya kepada swasta dalam bentuk kerjasama selama 25 tahun. Segala aset utilitas akan dikembalikan kepada PAM Jaya ketika kontrak berakhir. Lingkup kerjasamanya meliputi produksi dan distribusi, layanan pelanggan, perawatan dan rehabilitasi, serta investasi.
Hingga akhir 2015, sambungan air bersih (jumlah pelanggan) meningkat menjadi 404.769 sambungan dibandingkan 1998 dengan sebanyak 201.000 sambungan. Volume akhir air terjual mencapai 160,3 juta m3 dibandingkan 89 juta m3 pada 1998. Akses air bersih juga meningkat drastis menjadi 73,23% dari hanya 32% pada 1998.

PALYJA gencar mem-viral-kan hastag yang membuktikan kepeduliannya akan air, yaitu #BersamaDemiAir
sumber: http://www.kompasiana.com/gapey-sandy/nestapa-jakarta-krisis-air-bersih_581fe4c4f09273552c2346c5
Kebutuhan air bersih di kota besar yang semakin meningkat, sayangnya belum bisa terpenuhi dengan maksimal. Beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain, pencemaran sungai, tata kota yang buruk, dan masih banyak lagi. Dalam rangka memperkuat kesadaran masyarakat melalui gerakan #BersamaDemiAir, PALYJA dan Kompasiana menggelar acara Kompasiana Nangkring Bersama Demi Air yang digelar pada 21 Maret 2016 lalu di Instalasi Pengolahan Air (IPA) 1 PALYJA Pejompongan. Melalui acara ini, Kompasianer diajak untuk mengunjungi langsung instalasi pengolahan air dan workshop Bersama Demi Air.
Dari 30 Kompasianer yang ikut serta, telah terkumpul artikel reportase atau pengalaman selama kegiatan. Kompasiana dan PALYJA kemudian memilih 5 artikel review paling menarik, yaitu:
- Kelangkaan Air Bersih Mengancam Dunia, Tanggung Jawab Siapa? oleh Rahayu Setiawati Damanik
- “Bersama Demi Air,” PALYJA Antara Upaya, Bisnis dan Harapan oleh Ganendra X Di PALYJA,
- Air Dialirkan dari Pipa ke Dispenser, Langsung Diminum oleh Isson Khairul
- Mengakhiri Dilema Sumber Air Bersih di Jakarta dengan Ajakan Bersama Demi Air oleh Thurneysen Simanjuntak
- Sungai Tidak Dirawat Berujung Air Harus Membeli oleh Andri Mastiyanto
Selamat bagi para pemenang!
Deskripsi : Alat berat memberisihkan sampah disertai buih bahan kimia di kali Cipinang, Jakarta Timur I Sumber Foto : kompas.com
Lima tahun lalu saat aku masih tinggal di Jakarta, sesuatu yang menjadi pandangan umum melihat tetangga mondar-mandir pagi hari mengambil air di kamar mandi rumah ku. Itu yang terjadi ketika musim kemarau tiba di Pondok-Pinang, Jakarta Selatan. Rumah orang tua ku di selatan jakarta itu terletak di daerah dengan posisi yang tinggi di Pondok-Pinang. Daerah tersebut dikenal daerah langganan banjir apabila musim hujan. Daerah yang dilewati oleh sungai pesanggrahan. Walaupun dekat dengan sungai tetapi pada musim kemarau mengalami kesulitan air.
Kepadatan penduduk merupakan jawaban yang tepat, kenapa masyarakat yang tinggal disana mengalami kekurangan air. Rumah orang tua ku saja sampai sulit sinar matahari masuk kedalam rumah. Karena kanan kiri rumah sudah dipenuhi rumah tetangga yang mulai merenovasi rumah menjulang keatas. Melihat kesumpekan itu, aku akhirnya memutuskan membeli rumah di daerah yang sunyi di Cikeas Udik, Gunung Putri, Bogor dan tinggal disana.
Keluarga ku beruntung karena sudah mempersiapkan diri jauh-jauh hari menggunakan Jet Pump dengan kedalaman 25 meter di Pondok-Pinang. Rumah ku menjadi langganan tetangga di musim kemarau untuk dimintakan air. Entah kenapa kami diberikan rezeki dari ALLOH SWT tidak kekurangan air. Apabila tidak dituntaskan masalah ini maka Jakarta akan mengalami krisis air.
Air merupakan salah satu kebutuhan utama bagi manusia. Air digunakan untuk memenuhi kebutuhan akan asupan air ke tubuh, mandi, membilas setelah buang air kecil / besar, mencuci peralatan, mencuci pakaian, dll. Apabila masyarakat kekurangan air akan menimbulkan permasalahan sosial.
Tetapi ironisnya, manusia sering menyia-nyiakan dan tidak menghargai air sebagai bagian dari penopang kebutuhan hidupnya. Mari kita lihat disungai-sungai disekitar kita dipenuhi sampah, limbah rumah tangga serta industri. Seolah tidak perlu lagi memikirkan masa depan, para perusak sungai itu tutup mata dan telinga terhadap masa depan anak-cucu mereka kelak. Karena kejahatan manusia seperti itu berujung kita tidak bisa menggunakan air sungai untuk kebutuhan sehari-hari dan berujung membelinya.
BERSAMA DEMI AIR PALYJA
Menyambut Hari Air Dunia 2016 yang jatuh setiap tanggal 22 Maret, PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA), operator penyediaan dan pelayanan air bersih untuk wilayah Barat DKI Jakarta, mengkampanyekan “Bersama Demi Air”. Kampanye ini guna mendorong kebersaamaan menjaga ketersediaan air Jakarta. Hal ini Sejalan dengan tema Hari Air Dunia tahun ini “Water and Jobs”.
Deskripsi : Budi Susilo (Direktur Costumer Service PALYJA) menyampaikan permasalahan air baku dari 13 sungai yang mengalir di Jakarta. I Sumber Foto : Andri M
Bapak Budi Susilo (Direktur Customer Service PALYJA) di acara Kompasiana Nangkring dan PALYJA, Senin (21/03/2016),menjelaskan “Ketersediaan air bersih di Jakarta semakin sulit didapatkan. Tiga belas sungai yang berada di Jakarta, sudah kurang bagus lagi untuk diolah menjadi air bersih. Hal ini disebabkan kandungan deterjen dan keberadaan sampah. Air sungai telah terkontaminasi deterjen dan amonia. Untuk itu harus melalui pemrosesan agar dapat digunakan oleh masyarakat” ucapnya
Perusahaan operator air bersih tidak diperkenankan mengolah air yang bersumber dari air tanah. Hanya air permukaan seperti air sungai atau air waduk saja yang bisa digunakan sebagai sumber air baku. Bagaimana masyarakat bisa mendapatkan air bersih apabila air baku permukaan sudah tercemar. Untuk itu perlu peran masyarakat menjaga air sungai agar layak dijadikan air baku.
PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA) hadir di Jakarta untuk meningkatkan penyediaan dan pelayanan air bersih kepada masyarakat di wilayah Barat DKI Jakarta sejak 1 Februari 1998. Ternyata PALYJA sudah melalui 25 tahun kerjasama dengan PAM Jaya. PALYJA merupakan bagian dari SUEZ ENVIRONNEMENT, lini usaha Grup GDF SUEZ – Perancis, yang bergerak di bidang: air, pelayanan limbah, peralatan terkait yang penting bagi kehidupan sehari-hari dan pelestarian lingkungan; dan juga merupakan bagian dari PT Astratel Nusantara, lini usaha Grup ASTRA – Indonesia yang bergerak di bidang infrastruktur.
Deskripsi : Ibu Meyritha (Corpoorate Communication & Social Responsibility Division Head) mengulas tentang pencapaian PALYJA I Sumber Foto : Andri M
Menurut Ibu Meyritha sebagai Corporate Communication and Social Responsibility Division Head “sejak tahun 1998 PALYJA telah berhasil meningkatkan akses air bersih menjadi lebih dari 404.769 sambungan melalui air perpipaan di wilayah Barat Jakarta. Saat ini PALYJA telah melayani lebih dari 3 juta masyarakat Jakarta yang tinggal di wilayah barat sungai Ciliwung. Peningkatan populasi yang terlayani mencapai 2 kali lipat sejak tahun 1998 yang melayani hanya 1,5 juta orang” pada saat sessi tanya jawab dengan para blogger di Instalasi Pengolahan Air (IPA) Pejompongan, jakarta.
Deskripsi : Air Baku yang di olah di IPA Pejompongan I Sumber Foto : Andri M
Saat ini, baru 60 persen warga Jakarta yang mendapatkan akses air bersih melalui air perpipaan. Sekitar 40 persen penduduk Jakata belum mendapatkan akses air bersih perpipaan yang memenuhi persyaratan kualitas air berdasarkan Permenkes No.492/201. Sehingga masih banyak masyarakat mengkonsumsi air tanah yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan.
Dari peningkatan jumlah pelanggan yang naik 2 kali lipat, pertumbuhan pelanggan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sangat signifikan. Sejak tahun 1998 masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang mendapatkan pelayanan air perpipaan lebih dari 8 kali lipat, dari 60.000 penduduk menjadi lebih dari 500.000 penduduk.
Permasalahan Ketersedian Air Baku
UUD 1945 menyatakan, ”Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan” (Pasal 33 Ayat 1); ”Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara” (Pasal 33 Ayat 2); ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”
Air disebutkan secara jelas dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kenapa masyarakat harus membeli !!!! …. Semua itu hanya angin surga yang diimpikan para penggagas dan pendiri republik ini. Sementara yang berjalan dan dipraktikkan sampai hari ini, yaitu sistem ekonomi yang dualistik.
Apakah perusahaan pengolah air bersih yang melakukan kerjasama operasional (KSO) patut disalahkan? ….. menurut ku pemerintah lah yang memiliki tanggung jawab ini, karena negara yang disebutkan dalam Undang-Undang. Dahulu KSO ini dijalankan pada akhir era 90an karena ketidakmampuan pemerintah daerah mengurus pengelolaan air dan kenudian dilimpahkan ke swasta. Berujung mengalirkan uang negara kepada perusahaan tersebut untuk mengolah air baku menjadi air bersih. Seharusnya pemerintah boleh membeli jasa dan tehnologinya kepada pihak asing, tetapi negara harus memberikan air kepada masyarakat seperti udara yang dihirup.
Sumber air baku memegang peranan yang sangat penting dalam industri air minum. Air baku atau raw water merupakan awal dari suatu proses dalam penyediaan dan pengolahan air bersih. Air baku berasal dari sumber air pemukaan, cekungan air tanah dan atau air hujan yang memenuhi ketentuan baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum. Sumber air baku bisa berasal dari sungai, danau, sumur air dalam, mata air dan bisa juga dibuat dengan cara membendung air buangan atau air laut.
Berdasarkan studi PAM JAYA ketahanan air di Jakarta sekitar 3 %, Dimana penduduk yang tinggal di Jakarta sebanyak 10 juta dengan kebutuhan air bersih 100 liter / hari / orang. 26.100 liter/detik kebutuhan air di jakarta dimana hanya 17.000 liter / detik kebutuhan air bersih yang dapat dipenuhi oleh operator air bersih. Sehingga defisit air bersih yang harus dipenuhi sebesar 9.100 liter / detik.
Menyediakan air bersih bukanlah perkara mudah. Kualitas air permukaan untuk dijadikan air baku di Jakarta sering kali tidak memenuhi standar. Buktinya, sumber air baku dari dalam kota Jakarta hanya 5,7% dari total air baku yang dibutuhkan Palyja sebagai salah satu operator penyedia air bersih di Jakarta. Air baku untuk wilayah Jakarta diperoleh dari Kali Krukut sebanyak 4% dan Cengkareng Drain sebanyak 1,7%. Sedangkan 94,3% air baku lainnya bersumber dari luar Jakarta, yaitu dari Waduk Jatiluhur 62,5%, Instalasi Pengolahan Air (IPA) Serpong 31%, dan IPA Cikokol 0,8%.
Ada beberapa tantangan untuk mendapatkan air baku dan memberikan air bersih bagi masyarakat yang dihadapi PALYJA.
- Tambahan air baku dan peningkatan kualitas air baku yang ada saat ini.
- Pengembangan dan peningkatan distribusi jaringan.
- Penanganan tindakan ilegal.
- Sinergi dengan multistakeholder.
Deskripsi : Air Baku yang diterima oleh PALYJA dengan membelinya I Sumber Foto : Andri M
Air baku yang didapatkan oleh PALYJA di IPA Pejompongan ternyata membeli, walaupun itu masih belum air bersih, keruh , dan kotor. Masih perlu mengalami proses pengolahan terlebih dahulu untuk menjadi air bersih yang bisa dikirimkan ke rumah-rumah pelanggan PAM JAYA.
Pipa yang mengalir juga menjadi masalah tersendiri. Masih banyak terdapat pipa-pipa tua yang digunakan menjadi jalur distribusi air bersih ke masyarakat . Pada tahun 2016 terdapat 20 km jaringan yang harus direhabilitasi dan terdapat 32.000 titik kebocoran ditangani. Tidak hanya itu terdapat 3.100 penyalahgunaan dan 1.900 kasus sambungan ilegal. Untuk tahun 2016 PALYJA melalukan upaya rehabilitasi, menyelesaikan permasalahan dan menutup kebocoran tersebut. PALYJA dan Pemerintah DKI untuk menangani tindakan ilegal pencurian air menyusun MoU bersama Polda untuk proses penindakan bagi pelaku pencurian air.
*****
Masalah perpipaan berkarat karena umurnya yang sudah tua sebaiknya dicari solusinya. Pipa – pipa tua inilah yang menimbulkan air dari instalasi pengolahan air (IPA) tidak dapat langsung di komsumsi oleh pelanggan PAM JAYA, harus dimasak terlebih dahulu. Semakin banyaknya jumlah manusia yang membutuhkan pasokan, membuat pemerintah berinvestasi lebih besar untuk membangun jaringan perpipaan baru.
Untuk menjaga kelesterian air baku dan mendapatkan air bersih yang layak, sebaiknya masyarakat bersama-sama menjaganya. Jangan membuang sampah di sungai dan mengurangi penggunaan unsur kimia yang membuat air baku kualitasnya berkurang.
#Bersama Demi Air
Deskripsi : Bersama Demi Air I Sumber Foto : Kompasiana
Deskripsi : Kompasianer mengunjungi Instalasi Pengelolan Air (IPA) PALYJA, Pejompongan I
Sumber Foto : Indah Noing Salam hangat Blogger Rusuh – Andri Mastiyanto
email : mastiyan@gmail.com
“Artikel ini adalah opini dan pendapat dari penulis kompasiana dan dilombakan dalam kegiatan Kompasiana Nangkring Bersama PALYJA 21 Maret 2016″
Sumber : http://www.kompasiana.com/rakyatjelata/sungai-tidak-dirawat-berujung-air-harus-membeli_56f6771ed69373a807722595